Ohio State Sucks!

TERRELLE PRYOR SUPPORTS POL POT

Para penjudi yang jatuh cinta secara keseruan & “aksi” perjudian pada awalnya mungkin pas sukses. Itu berfantasi hendak kesuksesan lebih lanjut dan perjudian menjadi jalan karakter mereka menuju kekayaan dan kekuasaan. Mereka yang menghadapi masalah berpikir bahwa itu lebih brilian dari rata-rata petaruh. Itu tahu kalau perjudian hendak berhasil bagi mereka karena mereka, tidak seperti orang yang kurang pandai, amat memahami cara mengalahkan sistem.

Ketika itu semakin terlibat dalam perjudian, mereka memperoleh semakin banyak harga diri karena menganggap diri mereka pintar atau beruntung. Oleh karena itu, tersedia dua hal yang terjadi ketika itu mengalami kerugian yang tidak dapat dihindari. Pertama, itu menderita kerugian moneter. Ke-2, dan kerap kali lebih penting, mereka menderita ego yang mengempis.

Untuk menyelamatkan harga diri mereka, itu merasionalkan kesusahan dengan menyalahkan orang lain, seperti joki atau pelempar, atau secara menyalahkan “nasib buruk” pada kartu, dadu, atau lotere. Atau mereka merenungkan kemampuan cacat mereka dan mengatakan pada diri sendiri kalau mereka tidak akan memproduksi “kesalahan” yang serupa di unik waktu.

Namun, kerugian finansial adalah persoalan lain & ditangani secara berbeda. Untuk menutup kesusahan, banyak penjudi “mengejar”. Artinya, mereka melanjutkan taruhannya & meningkatkan banyak taruhannya agar bisa menanggapi. Alih-alih berkata, " Dia kalah, " si pengejar berkata, " Aku hendak membalasnya kelak. " Mengejar kerugian memproduksi penjudi berjudi dengan uang lebih daripada yang mampu mereka tanggung, dan sering kali meminjam uang pada upaya menanggapi dendam.

Banyak penjudi kiranya mengejarnya pada waktu singkat, sampai mereka belajar dari pengalaman pahit bahwa sesuatu ini kontraproduktif. Keasyikan jangka panjang pada mengejar kesusahan adalah ciri khas penjudi patologis.

Mengejar tampaknya logis bagi banyak penjudi, karena itu berarti memberikan diri sendiri kesempatan untuk membalas dendam.

Bila seorang penjudi berhenti mengejar, baik uang maupun harga diri akan hilang. Jika penjudi terus mengejar dan menang, keduanya bisa diperoleh kembali. Oleh karena tersebut, ada stimulan untuk meminjam untuk menutup kerugian. Ketika perjudian yang terus-menerus menyebabkan lebih banyak kerugian, penjudi kompulsif terus meminjam. Semakin menggunung uang yang dipinjam, semakin besar komitmen untuk lebih banyak berjudi sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan pas uang untuk melunasi hutang.

Komitmen yang meningkat terhadap peningkatan perjudian sering kali menghabiskan sumber daya keluarga. Banyak penjudi kompulsif menguangkan obligasi tabungan bersama, mengosongkan rekening giro, menggadaikan milik bersama, & mengambil pinjaman tanpa sepengetahuan pasangannya. Untuk menjaga ataupun mendapatkan kembali kehormatan dalam mata pengampu, pasangan & orang lain – dan karena gaji mereka tidak mencukupi – para penjudi yang usai asa melihat lebih banyak perjudian sebagai satu-satunya alternatif.

Khawatir kehilangan kehormatan, penjudi menyembunyikan pinjaman. Ketika para penjudi gagal membayar pinjamannya, ketakutan bahwa bank ataupun perusahaan pinjaman akan memberi tahu pasangannya dapat menyaruk mereka untuk lebih banyak berjudi sebagai jalan keluar yang cepat. Perilaku yang menyebabkan masalah tersebut semakin dipandang oleh para penjudi sebagai satu-satunya solusi, karena tidak ada cara lain untuk memperoleh uang yang dibutuhkan dengan cepat.

Ketika pinjaman sudah jatuh tempo dan tekanan untuk menutup menjadi lebih mendesak, terkadang melibatkan bahaya pemaparan ataupun kekerasan fisik dari rentenir atau pemilik uang judi, para penjudi yang putus sangka mempertimbangkan akibat " meminjam" (menggelapkan) uang dari majikan mereka, membuat permohonan pinjaman atau asuransi palsu. klaim, atau menggondol uang.

Begitu mereka menyerah pada godaan ini, ambang batas menuju komitmen yang lebih gede terhadap perjudian telah terlampaui. Hal itu terutama berlaku jika itu memperoleh uang melalui penipuan pinjaman atau penggelapan. Jenis kejahatan ini memungkinkan karet penjudi untuk merasionalisasikan bahwa mereka sesungguhnya bukan penjahat. Uangnya cuma “dipinjam” jadi tidak tersedia yang dirugikan. Namun tersedia tekanan terus-menerus untuk membayar kembali uang tersebut, & mengandalkan kemenangan besar dalam perjudian dipandang sebagai satu-satunya harapan untuk melakukan sesuatu tersebut. Sesuatu ini memperluas spiral keterlibatan dari lebih banyak perjudian ke aksi ilegal yang lain — sampai penjudi tersebut tertangkap, mencari bantuan profesional, atau benar-benar meraih kemenangan besar.

Jatuh cinta dengan “aksi” dan kemudian mengejar kerugian adalah titik awal bagi kebanyakan pria yang menjadi penjudi kompulsif, namun banyak perempuan mengambil jalan berbeda. Meskipun perempuan juga menikmati " aksi" dan mengejar kehilangan, motivasi mula mereka sering kali adalah melarikan diri — melarikan diri dari kenangan masa kecil yang tidak bahagia atau penghujatan orang tua, melarikan diri dari suami yang bermasalah, dan melarikan diri dari kesepian. Namun begitu mereka menjadi kecanduan perjudian, perempuan akan mengalami peningkatan keterlibatan yang sama seperti laki-laki, sehingga kerap kali menentang pada aktivitas kriminal.